jaga LISAN kita untuk MEnuju KEbahagiaan.

Seringkali kita mendengar istilah “Lidah tak bertulang”. Ungkapan ini mengisyaratkan bahwa begitu lenturnya lidah ini. Kelenturan lidah yang sedemikian itu dapat kita gunakan untuk menyokong kebaikan namun tentu juga berpotensi untuk menjerumuskan kita ke dalam jurang dosa. Oleh karena itulah bagi seorang mukmin, menjaga lisan merupakan suatu tonggak peneguh kepribadian. Allah dan Rasul-Nya pun telah banyak memberikan tuntunan dalam Al-qur’an maupun Al-Hadits. Petunjuk-petunjuk itu menggunakan lisan itu berkenaan dengan prinsip berkomunikasi (20:44,4:8,33:70,4:9,4:63), standar akhlak (2:263,17:23,49:11-12), hingga menjadi salah satu ukuran keberhasilan dakwah (3:159).

Begitu pula Rasulullah bersabda, “Barang siapa mampu menjaga apa yang terdapat antara dua janggutnya (mulutnya) dan apa yang ada di antara dua kakinya (kemaluannya), maka aku jamin dia masuk surga. (Muttafaq ‘alaih, dari Sahl bin Sa’ad).
“Sesungguhnya seorang hamba (setelah) benar-benar mengucapkan kata-kata tanpa dipikirkan, menyebabkan dia tergelincir ke dalam neraka yang jaraknya lebih jauh antara timur dan barat”. (Muttafaq ‘alaih, dari Abi Hurairah).
Kualitas lisan mencerminkan kualitas iman
Dari berbagai tuntunan ini, amatlah jelas bahwa perkara lisan ini bukanlah hal yang sederhana. Bahkan dampak dari penggunaan lisan bisa berdampak pada nasib seseorang kelak di hari kiamat. Ketika ia menggunakan lisannya dengan baik, niscaya ia akan menuai pahalanya dan menikmati indahnya taman syurga. Namun bila keburukanlah yang sering keluar dari lisan itu, ia pun kelak akan mempertanggungjawabkannya dengan merasakan adzab neraka yang amat pedih.
Begitulah urusan lisan bukan hanya urusan akhlak sesama manusia semata, namun lebih dari itu, ucapan yang keluar dari lisan seseorang mencerminkan keimanan si empunya lisan itu sendiri. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang beriman pada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari Muslim).
Ibaratnya seperti sebuah teko. Ia hanya mengeluarkan apa yang terdapat dalam dirinya. Apabila isi teko itu air bening, maka ia akan mengeluarkan air bening. Apabila isi teko itu adalah air yang keruh, maka ia akan mengeluarkan air yang keruh juga. Maka tidaklah mengherankan bila kita melihat ada seorang mukmin yang meskipun berasal dari golongan masyarakat yang tidak berpendidikan tinggi, tak mampu secara ekonomi, dan bahkan tinggal di desa yang amat terpelosok, tetap saja mampu menggulirkan untaian-untaian kalimat yang positif dan mencerahkan. Setiap tutur katanya disampaikannya dengan lemat lembut, santun, tulus serta menyenangkan pendengar.
Komunikasi yang gagal dan yang berhasil
Sudah dipahami bersama bahwa betapa penting komunikasi yang efektif. Komunikasi ini tentu saja akan berhasil manakala orang itu mampu mengelola lisan dengan baik. Namun meskipun sudah dipahami pentingnya menjaga lisan, seringkali banyak orang yang masih tergelincir lisannya hingga menyebabkan renggangnya hubungan, rusaknya persahabatan, salah persepsi dan pemahaman hingga rusaknya keimanan.
Mengapa kesalahan-kesalahan itu masih saja terjadi dan bahkan terkadang terjadi berulang-ulang? Pertama, bisa jadi ia melakukan kesalahan itu dikarenakan memang dia tidak atau belum mengetahui pentingnya menjaga lisan bagi seorang mukmin. Dia belum mengetahui ayat-ayat Al-qur’an dan hadits yang menuntun orang mukmin agar berhati-hati dalam menggunakan lisannya. Dia pun belum mengetahui betapa beratnya tanggungjawab akibat salah kelola lisan.
Kedua, mungkin dia sudah mengetahui pentingnya mengelola lisan, namun khilaf karena banyak menghabiskan waktu yang kurang bermanfaat atau banyak menuruti hawa nafsu. Ketiga, karena dia berada di lingkungan yang tidak menjaga lisannya dengan baik. Lingkungan ini sangatlah penting. Lingkungan yang menjaga perilaku dan lisan yang baik akan membuat kita terbiasa berperilaku seperti orang-orang shaleh itu. Selain itu dengan berinteraksi dengan orang-orang shaleh itu, ketika kita melakukan perbuatan yang kurang baik atau tutur kata kita kurang baik maka mereka akan akan mengingatkan atau bahkan membimbing kita agar berperilaku yang baik dan menjaga lisan agar tidak tergelincir ke lembah dosa.
Sementara itu, keberhasilan komunikasi sangat ditentukan oleh kecerdasan komunikasi seseorang. Kecerdasan komunikasi akan menuntun orang tersebut untuk memilah dan memilih kata, kalimat, nada, intonasi dan menempatkannya dalam konteks yang tepat sebelum berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini berlaku ketika ia menyampaikan pikirannya atau ketika merespon pembicaraan orang lain.
Nah, sebagai orang yang beriman sudah seharusnya dia adalah juga orang yang cerdas berkomunikasi. Hal ini dikarenakan pilihan kata, kalimat, nada atau pun respon yang dia lakukan ada di dalam bingkai keimanan dan ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya. [elha]

1 komentar:

  1. Assalamualaikum..Gan izin gabung.

    Blognya bagus juga and sudah membuat hati ane tergerak untuk bertutur kata lebih baik lagi.

    Ane udah gabung ya,,tinggal ajak tmen2 kampus yang laen...Thanks..Anto

    BalasHapus